Setiap musim dalam Islam membawa rahmatnya sendiri. Namun, Dzulhijjah berdiri di antara bulan-bulan lainnya sebagai puncak kemuliaan dan ladang amal yang tiada duanya. Ia bukan sekadar penanda waktu untuk berhaji dan berqurban, tetapi juga momentum spiritual yang mengguncang jiwa-jiwa yang sadar akan pentingnya pengabdian kepada Allah.
Keistimewaan yang Langka
Sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah dinyatakan oleh Rasulullah ﷺ sebagai hari-hari terbaik dalam setahun. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, Nabi bersabda:
"Tidak ada amal saleh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal yang dilakukan pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah."(HR. Bukhari)
Hari-hari ini bahkan lebih utama dari hari-hari Ramadhan—bukan dalam hal puasa, tetapi dalam nilai amal secara keseluruhan. Ini adalah waktu di mana setiap amalan kecil menjadi besar di sisi Allah: shalat, puasa, dzikir, sedekah, membaca Al-Qur’an—semuanya bernilai lebih.
Hari Arafah: Puncak Pengampunan
Di antara sepuluh hari tersebut, berdirilah satu hari yang luar biasa: Hari Arafah (9 Dzulhijjah). Bagi jamaah haji, ini adalah hari wukuf, rukun terbesar dari ibadah haji. Bagi kita yang tidak berhaji, ini adalah hari untuk berpuasa, sebagaimana sabda Nabi ﷺ:
“Puasa Arafah, aku berharap kepada Allah agar Dia menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.”(HR. Muslim)
Hari ini adalah hari di mana langit terbuka, doa-doa diangkat, dan ampunan dibagikan kepada siapa saja yang bersungguh-sungguh memohon.
Hari Raya Qurban: Simbol Pengorbanan dan Kepatuhan
Tanggal 10 Dzulhijjah adalah Idul Adha—hari raya besar Islam yang menggambarkan kepatuhan mutlak Nabi Ibrahim kepada Allah. Pengorbanannya, kesabaran Ismail, dan rahmat Allah yang menggantikan qurban dengan seekor domba adalah pelajaran tentang ketulusan dalam menjalankan perintah-Nya.
Qurban bukan semata-mata tentang menyembelih hewan. Ia adalah penyembelihan ego, hawa nafsu, dan keakuan di hadapan kehendak Ilahi. Ia adalah wujud konkret dari cinta kepada Tuhan yang melebihi cinta kepada dunia.
Menghidupkan Semangat Dzulhijjah
Bagi kita yang tidak mampu menunaikan ibadah haji, Allah tetap memberikan ruang amal luar biasa. Inilah saatnya untuk:
-
Memperbanyak puasa sunnah, terutama tanggal 1–9 Dzulhijjah.
Melazimkan dzikir, terutama takbir, tahmid, tahlil, dan tasbih.
-
Memperbanyak sholat sunnah dan bacaan Al-Qur’an.
-
Berqurban jika mampu.
Bertaubat dan memperbaiki hubungan dengan sesama.
Dzulhijjah bukan sekadar bulan ritual, ia adalah undangan untuk memperdalam penghambaan. Kemuliaannya tidak akan terasa kecuali oleh mereka yang menyambutnya dengan iman dan tekad. Mari kita manfaatkan Dzulhijjah sebagai waktu emas untuk mendekat kepada Allah. Sebab siapa tahu, ini adalah Dzulhijjah terakhir yang kita miliki.