Sering
kali kita diajari untuk takut pada kegagalan. Ketika sebuah pembangunan baik
pembangunan diri, lembaga, maupun bangsa tidak berjalan sesuai rencana, kita
menganggapnya sebagai akhir dari segalanya. Padahal, kegagalan justru kerap
menjadi ruang hening tempat kita belajar, mengevaluasi, dan kembali menata
arah. Ia mengajarkan kerendahan hati, memaksa kita turun ke tanah, melihat
kesalahan, dan memperbaikinya.
Yang
justru lebih berbahaya adalah keberhasilan pembangunan itu sendiri.
Keberhasilan
sering datang membawa pujian, rasa bangga, dan kepercayaan diri yang meningkat.
Jika tidak dijaga, tiga hal itulah yang perlahan mengikis kesadaran, melemahkan
kewaspadaan, dan membuat kita kehilangan arah. Aneh, tapi nyata: tepat ketika
kita merasa “sudah berhasil,” di situlah potensi kerusakan terbesar mulai
tumbuh.
Dalam
sejarah, banyak pembangunan runtuh bukan karena gagal di awal, tetapi karena
sukses terlalu cepat lalu lengah. Ketika fasilitas sudah bagus, program
berjalan, dan hasil tampak nyata, manusia mulai merasa aman. Dan dalam rasa
aman itulah muncul bahaya: lupa berbenah, lupa bersyukur, lupa memperbaiki
niat, bahkan lupa bahwa semua keberhasilan tetap membutuhkan penjagaan yang
kontinu.
Keberhasilan
tanpa pengawasan berubah menjadi kesombongan.
Keberhasilan tanpa evaluasi berubah menjadi stagnasi.
Keberhasilan tanpa kerendahan hati berubah menjadi awal kehancuran.
Karena
itu, orang bijak mengingatkan: jangan takut gagal, tapi takutlah ketika
berhasil lalu berhenti memperbaiki diri.
Dalam
Islam, setiap pencapaian bukanlah tanda untuk berhenti, tetapi panggilan untuk
meningkatkan amanah. Rasulullah ﷺ mengajarkan bahwa
setiap nikmat akan dimintai pertanggungjawaban. Artinya, keberhasilan tidak
pernah berdiri sendirian. Ia selalu datang bersama beban yang lebih berat.
Maka
jika suatu pembangunan berhasil, apapun bentuknya itulah saat paling tepat
untuk menundukkan kepala, memperdalam evaluasi, memperkuat niat, dan memastikan
bahwa keberhasilan tidak berubah menjadi fitnah yang menghilangkan arah.
Kesimpulannya:
Yang
harus ditakuti bukanlah kegagalan, tetapi keberhasilan yang membuat kita lupa
diri. Karena kegagalan mengajarkan, tetapi keberhasilan bisa menghapus
pelajaran itu bila tidak dijaga.
