Perjuanganku dari Kampung Hingga Berprestasi
Aku adalah anak kampung yang dulu tidak tahu banyak hal. Namun berkat kedua orang tuaku yang luar biasa dalam mendidik, aku tumbuh menjadi anak yang berprestasi. Sejak taman kanak-kanak, aku sudah sering meraih penghargaan. Saat di MINU, aku berhasil menjadi juara hingga puncak pertama sampai lulus kelas enam. Dari situ aku sadar, semua itu tidak lepas dari kesabaran dan kasih sayang orang tuaku dalam mendidikku.
Ketika aku mulai mondok di pesantren, sempat terlintas dalam pikiranku bahwa mungkin aku tak akan bisa berprestasi lagi, karena banyak teman yang pintar. Tapi ternyata, aku justru mampu meraih juara pertama di kelas satu. Di kelas dua, aku berada di posisi kedua. Melihat itu, ayah dan ibuku sangat bahagia. Bahkan, adikku pun meraih prestasi yang sama denganku.
Namun kebahagiaan itu tak berlangsung lama. Saat awal kelas tiga, ibuku mulai sakit-sakitan. Beliau sempat dirawat di Jawa selama sebulan, tapi Allah berkehendak lain — ibuku wafat di Madura, sementara aku dan adikku masih di pondok. Ketika kabar itu sampai, kami menangis sepanjang perjalanan pulang.
Sesampainya di rumah, ayah memelukku dan berkata lembut,
“Sabar, Nak. Ini sudah takdir kita. Tetap semangat belajar, walau ibumu sudah tiada. Masih ada ayah yang akan menemanimu sampai kamu sukses bersama adikmu.”
Sejak saat itu aku sadar, hidup tanpa ibu memang terasa sepi, tapi aku harus tetap kuat. Doa dan pesan beliau akan selalu menjadi penyemangat dalam setiap langkahku.
Kesimpulan:
Orang tua adalah sosok yang sangat berharga dalam hidup kita. Mereka mendidik dengan penuh cinta dan pengorbanan. Meskipun salah satu telah tiada, semangat mereka harus tetap hidup dalam diri kita.
