Di sebuah desa kecil, ada rumah sederhana yang dindingnya sudah mulai lapuk dimakan usia. Di dalamnya, seorang ayah dan ibu duduk merenung, menimbang keputusan yang tidak ringan. Mereka bukan keluarga berada; rezeki yang datang tiap harinya sering kali pas-pasan, bahkan kadang masih kurang untuk menutup kebutuhan rumah tangga. Namun, ada satu tekad yang begitu kuat: ingin melihat anak mereka belajar agama, hidup dalam lingkungan yang penuh keberkahan, dan tumbuh menjadi pribadi yang dekat dengan Allah.
Banyak yang bertanya, “Mengapa tetap memondokkan anak, padahal ekonomi keluarga belum baik-baik saja?”
Jawabannya sederhana namun dalam: karena orang tua percaya bahwa ilmu agama adalah warisan terbaik. Bukan harta, bukan tanah, bukan pula rumah megah, tetapi bekal yang akan menjaga anak mereka di dunia dan menjadi cahaya di akhirat.
Mereka sadar, dengan kondisi ekonomi yang serba terbatas, barangkali anak mereka tak akan mendapat banyak kemewahan. Namun di pesantren, sang anak bisa mendapatkan sesuatu yang jauh lebih berharga—pendidikan akhlak, kedisiplinan, kecintaan pada Al-Qur’an, dan doa dari para kiai yang selalu terpanjatkan untuk para santri. Semua itu adalah investasi jangka panjang yang tidak bisa ditukar dengan materi.
Orang tua yang memondokkan anak dalam keadaan ekonomi sulit, sejatinya sedang mengajarkan satu hal penting: tawakkal. Bahwa rezeki bukan hanya angka dalam rupiah, melainkan keberkahan yang Allah titipkan melalui jalan yang tak selalu bisa dihitung dengan logika manusia.
Mungkin rumah sederhana mereka akan terasa lebih sepi, mungkin kantong mereka harus lebih sering diikat erat. Tetapi di lubuk hati yang paling dalam, ada rasa bangga, ada keyakinan, bahwa kelak anak yang kini belajar dengan kesederhanaan akan kembali membawa cahaya bagi keluarga, bahkan bagi umat.
Sebab orang tua percaya, setiap tetes keringat untuk biaya pesantren adalah tabungan akhirat. Dan setiap doa yang dipanjatkan anak di tengah malam pesantren, meski tanpa mereka ketahui, adalah jawaban dari segala pengorbanan.
Maka, meski ekonomi tidak selalu dalam keadaan baik, hati orang tua tetap mantap. Sebab mereka tahu, mendidik anak dalam cahaya agama lebih berharga daripada seribu kemewahan dunia.
