KISAH HIKMAH NASIB SI BAKHIL






Dahulu, di suatu wilayah bernama Ahsa’, hidup seorang lelaki tua sebatang kara dengan rambutnya yang telah dipenuhi uban. Lelaki itu dikenal oleh tetangganya sebagai seorang yang suka menumpuk harta dan amat pelit. 

Setiap hari ia berada di tokonya bekerja sebagai pengrajin sandal dan sepatu. Hal itu dilakukan untuk menumpuk dan menambah harta miliknya. Hingga suatu ketika, ia tidak pergi ke tokonya dalam beberapa hari. Hal itu membuat tetangganya bertanya-tanya, ada apa gerangan.

Ketika malam tiba, seorang tetangga yang penasaran kemudian mengunjungi rumahnya selepas shalat Isya’. Anehnya rumah tersebut didapati memiliki pintu yang sudah reot dan miring. Bahkan, jika ditiup angin, niscaya pintu tersebut akan roboh.

Si tetangga kemudian mengetuk pintu sambil berkata, “Permisi, wahai fulan.”

Mendengar tetangganya memanggil, si lelaki tua kaget dan berteriak, “Celaka kamu, apa yang kau mau? Pergi! Keluar dari rumahku!”

“Aku datang ingin menjengukmu. Tiga hari ini aku tidak melihatmu di toko,” ucap si tetangga khawatir.

Karena diusir, si tetangga kemudian keluar. Namun, karena khawatir dengan kondisi lelaki tua tersebut, si tetangga datang kembali ke rumahnya esok hari untuk kedua kalinya.

Sesampai di rumah si lelaki tua, si tetangga terkejut mendapati si lelaki tua sedang sibuk menumpuk emas yang dimikinya. Di depannya ada dinar-dinar emas yang berkilauan dan mengkilap di bawah cahaya lampu. 

“Duhai kekasihku, duhai yang aku habiskan umurku untuk mencarimu, aku akan mati dan meninggalkanmu untuk orang selainku. Tidak, demi Tuhan, aku tahu bahwa kematianku sudah dekat, dan penyakitku sudah kronis, tetapi aku akan menguburkanmu bersamaku,” ucapnya kepada harta miliknya.

Saking tidak mau berpisah dengan harta miliknya, ia kemudian mengambil satu dinar emas, dan mencelupkannya ke dalam minyak yang ada di dekatnya, lalu memasukkannya ke dalam mulut, dan menelannya. 

Si tetangga mendapati si lelaki tua itu hampir mati karena tersedak dinar emas yang ditelannya. Namun, karena tidak rela berpisah dari hartanya dan tak mau harta itu dimiliki oleh orang lain, ia terus memasukkan satu per satu dinar emas ke dalam perutnya. Sambil memasukkan dinar emas ke perut, si lelaki tua tak henti bersenandung memuji-muji hartanya.

Melihat hal itu, si tetangga bergumam, “Demi Allah, tidak akan ada yang mengambil harta orang bakhil ini selain seorang pengelana. Pada hari inilah, akulah yang menjadi si pengelana itu.”

`Setelah itu, si tetangga menutup pintu rumah si lelaki tua dan mengikatnya dengan tali dengan harapan si lelaki tua mati. Setelah berlalu tiga hari, si tetangga kembali datang dan mendapati si lelaki tua telah mati.

Tubuh si lelaki tua kaku dan mengering.

 Si tetangga kemudian mengabarkan kepada kepada masyarakat tentang kematian si lelaki tua.

 

Orang-orang kemudian berdatangan, dan mulai memindahkan jasadnya. Namun, mereka heran kenapa tubuhnya berat. Mereka berkata, “Orang ini padahal hanya tinggal kulit dan tulang, tetapi kok berat sekali ya?” 

Salah seorang dari mereka berkata,  “Itu karena kebakhilannya?” 

Yang lain berkata, “Itu karena dosa-dosanya.” 

Si tetangga tadi tidak memberitahu apa yang ia ketahui. Sampai kemudian jasad itu dikuburkan dan si tetangga memberikan tanda untuk memudahkannya mengingat letak kuburan tersebut. Tujuannya agar mudah mengambil emas dalam perut si mayit.

Malam harinya, si tetangga datang ke kuburan, digalinya kuburan tadi. Lalu ia dapati jasad tetangganya berbungkus kain kafan. Tanpa berpikir panjang, ia langsung merobek perut mayat dan mengambil emas di dalamnya. 

Namun, dinar emas itu amat panas, si tetangga terperanjat dan meloncat keluar dari kubur. Sembari merasakan sakit ia berkata, “Aku tidak pernah mengalami kepedihan yang seperti itu. Aku sudah merendam tanganku di dalam air yang dingin, tetapi aku masih merasakan sengatan panasnya. Aku berlindung kepada Allah dari kebakhilan dan orang yang bakhil.”

Yang satu pelit dan tamak, dan yang satu lagi juga tidak kalah tamak. Akhirnya keduanya tidak mendapatkan apa-apa kecuali kemiskinan hati. 

~ Ketahuilah ketamakan adalah kemiskinan, dan menolaknya (ketamakan) adalah kekayaan (Umar bin Khattab ra.) 

 


Post a Comment

Previous Post Next Post