Dalam kehidupan, manusia tidak pernah lepas dari ujian dan perubahan. Waktu terus berjalan, keadaan silih berganti. Sebab itulah, Islam sebagai agama yang sempurna mengajarkan umatnya untuk tidak hanya bersikap reaktif, tetapi proaktif dalam menghadapi segala kemungkinan. Dalam bahasa lain, antisipasi adalah bagian dari ikhtiar yang diperintahkan agama.
Antisipasi dalam Al-Qur’an dan Sunnah
Al-Qur’an berulang kali menekankan agar manusia berpikir jauh ke depan. Allah berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah setiap jiwa memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok...” (QS. Al-Hasyr: 18)
Ayat ini tidak sekadar berbicara tentang akhirat, tetapi juga mengajarkan prinsip perencanaan dan kewaspadaan terhadap masa depan. Dalam tafsir, kata ghad (hari esok) juga mencakup urusan dunia, karena dunia adalah ladang akhirat. Maka, bersiap dalam hal dunia menjadi bagian dari ibadah jika diniatkan untuk kebaikan.
Rasulullah ﷺ pun bersabda:
“Ikatlah untamu, lalu bertawakallah.” (HR. Tirmidzi)
Hadis ini menjadi dasar kuat bahwa usaha antisipatif adalah kewajiban, bukan pilihan. Tawakal tidak berarti pasrah tanpa usaha. Sebaliknya, tawakal yang benar adalah mengikat unta—yakni mengantisipasi kemungkinan buruk—kemudian menyerahkan hasilnya kepada Allah.
Mengapa Antisipasi Itu Wajib?
-
Mencegah Kemudaratan
Kaidah fikih menyebutkan: “Menolak kemudaratan lebih diutamakan daripada meraih kemaslahatan.” Dengan kata lain, mencegah bahaya sebelum terjadi adalah kewajiban syar’i.
Contoh: Menjaga kesehatan, mengatur keuangan, menyiapkan ilmu sebelum ujian, hingga mengamankan lingkungan dari bahaya. -
Bagian dari Amanah dan Tanggung Jawab
Setiap manusia adalah pemimpin, dan kepemimpinan menuntut perencanaan. Nabi ﷺ bersabda:
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari-Muslim)
Bagaimana mungkin seorang pemimpin amanah jika ia tidak mengantisipasi risiko untuk orang-orang yang dipimpinnya? -
Bukti Keseriusan dalam Beribadah
Orang yang bersiap diri adalah orang yang serius dalam kebaikan. Ia tidak menunggu masalah datang untuk bertindak, tetapi bergerak sebelum terlambat. Inilah ciri orang berakal, sebagaimana sabda Nabi:
“Orang cerdas adalah yang mengendalikan dirinya dan mempersiapkan (amal) untuk setelah mati.” (HR. Tirmidzi)
Antisipasi dalam Kehidupan Modern
Di era yang penuh ketidakpastian ini, kewajiban antisipasi semakin nyata:
-
Ekonomi: Menabung untuk masa depan, menghindari hutang riba, dan memiliki perencanaan keuangan.
-
Pendidikan: Belajar sejak awal, tidak menunda, agar siap menghadapi ujian.
-
Kesehatan: Menjaga pola hidup, bukan menunggu sakit baru berobat.
-
Akhlak dan Iman: Memperbanyak amal sebelum ajal datang, karena kematian tidak menunggu persiapan kita.
Penutup
Antisipasi bukan sekadar pilihan bijak, melainkan kewajiban yang lahir dari perintah agama. Islam tidak mengajarkan umatnya untuk berjalan tanpa arah. Sebaliknya, Islam mengajarkan agar kita waspada, berpikir jauh ke depan, dan tetap tawakal setelah usaha.
Karena itu, jangan pernah berkata, “Kita lihat nanti,” tanpa persiapan. Sebab, orang beriman bukanlah yang hanya berharap, melainkan yang merencanakan langkahnya, menjaga ikhtiarnya, dan menyerahkan hasilnya kepada Allah.