Banyak orang mengira bahwa kecerdasan atau kehebatan seseorang dalam ilmu adalah warisan. Seakan jika orang tua seorang ulama, maka otomatis anaknya akan menjadi ulama juga. Jika ayahnya cerdas, maka anaknya pun pasti cemerlang. Padahal, sejatinya ilmu bukanlah warisan yang turun bersama darah. Ilmu bukanlah pusaka yang bisa diwariskan begitu saja. Ilmu adalah hasil dari belajar, bersungguh-sungguh, dan kesabaran.
Imam Syafi’i, misalnya, bukan berasal dari keluarga ulama besar. Tapi beliau menjadi imam besar karena kerja keras dalam menuntut ilmu, bahkan sejak kecil rela hidup dalam keterbatasan demi bisa belajar. Ibnu Hajar al-Asqalani juga demikian—bukan karena keturunan ulama, tapi karena ketekunan belajar yang menjadikannya dikenang sepanjang masa.
Belajar: Jalan yang Membuka Segalanya
Allah tidak menilai dari siapa seseorang lahir, melainkan dari seberapa sungguh ia berusaha. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:
"Katakanlah: Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?"
(QS. Az-Zumar: 9)
Ayat ini menunjukkan bahwa ilmu adalah pembeda utama. Dan pembeda itu diperoleh dengan belajar bukan diturunkan begitu saja.
Seseorang yang lahir dari keluarga sederhana, tapi giat belajar, bisa melampaui mereka yang lahir dari keturunan tokoh besar namun tidak mau bersungguh-sungguh. Keturunan hanyalah permulaan, sedangkan ilmu adalah perjalanan panjang yang membutuhkan niat, doa, dan perjuangan.
Ilmu Tak Pandang Garis Darah
Dalam dunia pesantren, banyak contoh santri dari desa terpencil, dari keluarga biasa-biasa saja, tapi kelak menjadi kiai besar dan guru para ulama. Mereka tidak punya "modal keturunan", tapi mereka punya tekad yang tak goyah dan adab dalam menuntut ilmu. Itulah yang mengangkat derajat mereka.
Begitu juga di dunia modern, banyak ilmuwan dan tokoh sukses berasal dari latar belakang sederhana. Mereka bukan siapa-siapa. Tapi karena kesungguhan belajarnya, mereka menjadi panutan banyak orang.
Semua Bisa Jika Mau
Jangan pernah merasa kecil hanya karena kita bukan anak orang hebat. Jangan minder karena tidak lahir dari keluarga ulama, guru, atau tokoh terkenal. Karena ilmu tidak bisa diwariskan—ia hanya bisa diperoleh dengan belajar.
Yang membuat seseorang mulia bukanlah marga, bukan nama besar orang tuanya, tapi seberapa gigih ia dalam mencari ilmu dan memperbaiki diri.
“Barangsiapa berjalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan jalannya menuju surga.”(HR. Muslim)