Dalam kehidupan ini, kita kerap kali terjebak dalam penilaian berdasarkan rupa, jabatan, atau latar
belakang seseorang. Seakan-akan kebenaran hanya pantas keluar dari mulut orang yang kita kagumi,
hormati, atau anggap “lebih tinggi”. Padahal, hikmah dan kebenaran tak memilih siapa yang
menyampaikannya.
Kebijaksanaan Tidak Punya Seragam
Imam Ali bin Abi Thalib pernah berkata:
"Lihatlah pada apa yang dikatakan, jangan lihat siapa yang mengatakannya."
Ucapan ini seolah menjadi tamparan lembut bagi kita semua. Betapa sering kita menolak nasihat karena
datang dari orang yang menurut kita “tidak layak”. Kita abaikan pesan hanya karena sang penyampai
bukan orang yang kita anggap berilmu, atau karena ia masih muda, pernah berbuat salah, atau bukan
dari golongan kita.
Namun, bukankah mata air tetap menyegarkan meski keluar dari celah batu yang retak? Bukankah
kebenaran tetaplah kebenaran, meski datang dari lisan seorang anak kecil sekalipun?
Allah Menyampaikan Melalui Siapa Saja
Allah telah menunjukkan bahwa Dia dapat menyampaikan pesan-Nya melalui siapa pun. Bukankah
Fir’aun yang zalim pernah mendengar kebenaran dari Musa yang hanya berbekal tongkat dan
keberanian iman? Bukankah bahkan hewan seperti semut dan burung Hud-hud dalam kisah
Nabi Sulaiman mampu menyampaikan pelajaran penting?
Jangan remehkan orang biasa, sebab kadang, lidah mereka menyampaikan apa yang hati kita butuhkan.
Mungkin bukan mereka yang sedang bicara, tetapi Allah yang sedang menggerakkan mereka sebagai
perantara.
Rendahkan Diri, Angkat Hikmah
Sikap menerima kebenaran apa adanya adalah cermin dari hati yang lapang. Kerendahan hati
menjadikan seseorang mampu menerima nasihat dari siapa pun, bahkan dari musuhnya sekalipun.
Sedangkan kesombongan, membuat seseorang tuli terhadap suara kebenaran, hanya karena merasa
lebih tahu.
Alih-alih berkata, “Siapa kamu berani menasihatiku?” lebih bijak bila kita bertanya, “Adakah
kebenaran dalam apa yang ia sampaikan?”
Akhir Kata
Jangan lihat bungkusnya, lihatlah isinya. Jangan nilai pesan dari wajah pembawanya, tetapi dari cahaya
yang terkandung dalam katanya. Karena di balik kata sederhana dari orang biasa, bisa jadi Allah sedang
berbicara langsung kepada nurani kita.
Maka, bukalah telinga dengan adab, dan bukalah hati dengan rendah hati. Kebenaran tidak akan
kehilangan nilainya hanya karena datang dari mulut yang tak kita kenali.