Kisah Nabi Ya'qub Menyoroti Pentingnya Hubungan Keluarga

 




Masa Kecil Nabi Ya’qub

Nabi Ya’kub A.S adalah seorang anak dari Nabi Ishaq A.S dan ibu beliau bernama Rafiqah, beliau merupakan cucu dari Nabi Ibrahim A.S. Nabi Ya’qub memiliki saudara kembar yaitu Ish, karena sebab itu orang tua Nabi Ya’qub sangat berharap agar anak kembarnya bisa mengikuti jejak kakeknya.

Supaya bisa mengamalkan kebaikan dan menyebarkannya seperti kakek beliau, maka Nabi Ishaq mulai memberikan pelajaran agama serta memberikan nasihat yang baik kepada kedua putra kembarnya.

Hal-hal yang selalu diajarkan adalah hal yang dapat membuat kehidupan menjadi lebih tenang dan damai, sehingga harys menjauhi sifat iri, dengki, maksiat, dan permusuhan. Hal ini beliau lakukan supaya kedua pytran ya selalu beriman kepada Allah Swt, dan menjadi hamba yang selalu bertawakkal kepada Kepadanya.

Harapan dari Nabi Ishaq untuk memiliki anak-anak yang taat kepada perintah Allah, ternyata tidak sesuai dengan harapan beliau karena anak beliau yang bernama Ish memiliki sifat yang tidak bis amengamlkan terhadap kebaikan, akan tetapi Nabi Ya’qub berbeda denga putra kembarnya itu, sifat-sifat yang dimiliki Nabi Ya’qub sangat mencerminkan pada kebaikan dan lemah lembu.

Perbedaan sifat yang saling bertolak belakang itu membuat mereka saling bertengkar ketika beranjak ke usia remaja. Nabi Ya’qub ini memiliki sifat mengalah dan kakaknya Ish selalu merasa paling benar serta tidak mau mengalah kepada adiknya walaupun sedang dalam keadaan bersalah. Ya’qub pun tak pernah melawan kakaknya dan ia tetap sabar serta selalu mendoakan kakanya agar kembali ke jalan yang baik.

Nabi Ishak berpesan kepada kedua putranya, “Wahai anakku, Kalian harus tetap beriman dan takwa kepada Allah dan selalu menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Kita sebagai hamba Allah harus selalu melakukan perbuatan baik kepada sesama manusia serta harus membantu fakir miskin. Hal itu harus dilakukan karena dianjurkan oleh Allah.”

Nabi Ya’qub menjawab nasihat ayahnya denga sopan, namun Ish tidak mengeluarkan ucapan sedikitpun setelah mendengarkan nasihat dari ayahnya, Nabi Ishaq melihat respon Ish hanya bisa tersenyum saja.

Melihat sifat dan perilaku kedua putranya Nabi Ishaq dan istrinya mulai berpikir bahwa yang lebih pas untuk mewariskan ajaran agama Allah adalah Nabi Ya’qub. Hal ini dikarenakan Nabi Ya’qub mempunyai sifat-sifat yang sudah mencerminkan seseorang yang saleh.

Semakin beranjak dewasa pertengkaran antara Ish dan Nabi Ya’qub semakin sering terjadi, Ish selalu mengejek Nabi Ya'qub dan sudah berkali-kali Nabi Ya'qub tidak membalas ejekan itu dan selalu sabar ketika sedang diejek. Hingga pada suatu waktu, Nabi Ya'qub mulai merasa resah dan bilang kepada ayahnya bahwa Ish sudah mengejeknya.

Mendengar cerita dari Nabi Ya’qub, Ish mulai diberikan nasihat oleh ayahnya setelah melihat kebiasaan buruk Ish yang tak kunjung berubah, Nabi Ishaq dan istrinya berencana untuk segera menikahkan Ish. Dengan menikah, diharapkan sifat dan perilaku Ish dapat berubah ke arah yang lebih baik. Ish pun menikah dengan perempuan yang dia suka.

Namun, sifat dan perilaku Ish kepada Nabi Ya’qub tetap sama dan tidak berubah walaupun sudah hidup berumah tangga. Nabi Ya’qub yang menerima ejekan, hinaan, dan ancaman dari kakanya, mulai menceritakan hal ini kepada ayahnya.

Nabi Ishak A.S. Sang ayah yang mendengar cerita dari Ya’qub mulai memohon kepada Allah dan berdoa: “Semoga engkau bisa mewarisi sifat kenabian yang kumiliki, anakku dan aku berdoa semoga engkau kelak akan menurunkan beberapa nabi dan raja dari garis keturunanmu, anakku.”

Perjalanan Menuju Iraq

Meskipun sudah diberi nasihat berkali-kali, Ish tetap tidak menyukai Nabi Ya’qub dan selalu mengejek dan menganiaya-Nya. Melihat peristiwa itu terus berlangsung, Nabi Ishak berkeinginan untuk menitipkan Nabi Ya’qub kepada saudara istrinya dengan tujuan agar Ish tidak bisa mengganggu, mengejek, dan menganiaya adiknya, Ya’qub.

Nabi Ishak mulai menceritakan idenya ini kepada istrinya bahwa Nabi Ya’qub akan dititipkan kepada Syekh Labban yang merupakan saudara dari istrinya. Tempat tinggal dari Syekh Labban ada di Faddan A’ram (Irak).

Nabi Ya’qub adalah seorang anak yang taat kepada kedua orang tua, Nabi Ya’qub yang mendengar saran ini pun mengikuti arahan dari Nabi Ishaq, meskipun pindah ke Iraq, tetapi orang tua dari Nabi Ya’qub selalu berpesan, “Semoga di sana kamu bisa belajar ilmu agama pada pamanmu.” Selain itu, Nabi Ishak berpesan bahwa harus berhati-hati ketika menyusuri dari jalan menuju Iraq.

Setelah selesai shalat Subuh, Nabi Ya’qub mulai bergegas menuju Iraq untuk tinggal di rumah paman Syekh Labban, ia membawa bekal dan pakaian tidak begitu banyak serta diletakkan di dalam kantung.

Orang tua dari Ya’qub pun mengantarkan anaknya sampai pintu depan rumah. Ketika berpamitan, Ya’qub diamanatkan oleh ayahnya agar memberikan surat kepada Syekh Labban.

Perjalanan yang dilalui Nabi Ya’qub ini merupakan gurun pasir dan sahara yang sangat luas, sehingga beberapa kali Nabi Ya’qub perlu mengistirahatkan dirinya agar tidak terlalu lelah. Perjalanan menuju ke Iraq juga dilakukan pada malam hari sedangkan pada siang hari digunakan untuk beristirahat. Ketika beristirahat dan merasa perlu mengisi energi, maka Nabi Ya’qub mulai membuka perbekalannya dan memakannya.

Nabi Ya’qub yang percaya bahwa bisa sampai ke Faddan A’ram (Iraq). Berkat rasa percaya itulah muncul rasa sabar dan tabah bahwa perjalanan melewati gurun pasir dan sahara yang luas merupakan ujian pertama yang diberikan oleh Allah. Nabi Ya’qub mulai merasakan kalau dirinya sangat lelah, mulai mencari tempat yang nyaman untuk beristirahat agar bisa tertidur pulas.

Ketika tidur karena sangat lelah, Nabi Ya’qub bermimpi bahwa kehidupan di masa depan penuh dengan rezeki dan kehidupannya penuh dengan kedamaian, mulai dari keluarga hingga anak cucu dan mampu mendirikan kerajaan yang cukup besar yang sejahtera.

Setelah bangun dari tidurnya, Nabi Ya’qub bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanannya Faddan A’ram (Iraq), ditengah perjalanan itu, beliau terus-terusan berpikir arti dan makna dari mimpinya tadi.

Selang beberapa lama berpikir tentang arti dan makna dari mimpi itu terdengar suara yang muncul di kedua telinganya, “Wahai putra Ishaq. Janganlah engkau merasa takut dan kaget. Aku adalah malaikat Jibril yang sudah diutus oleh Allah S.W.T untuk menyampaikan wahyu kepadamu. Wahai Ya’qub, ketahuilah! Mulai saat ini Allah S.W.T sudah mengangkat dirimu sebagai seorang nabi dan rasul. Sebarkanlah setiap kebenaran kepada seluruh umat manusia supaya menyembah dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan Allah akan mewariskan Baitul Maqdis, kehidupan bahagia, dan kerajaan yang sangat besar untuk dirimu dan keturunanmu.”

Rasa lelah yang ada pada diri Nabi Ya’qub mulai menghilang setelah bermimpi memiliki kehidupan yang tentram dan damai menerima wahyu dari Allah.

Tak hanya rasa lelah yang hilang, tetapi Nabi Ya’qub seperti mendapatkan energi baru untuk melanjutkan perjalanan ke Fadda A’ram (Iraq). Tenaga yang seperti penuh kembali membuat Nabi Ya’qub berjalan dengan cepat agar sampai ke tempat tujuan dengan segera mungkin.

Setelah Sampai di Rumah Syekh Labban

Setelah melakukan perjalanan selama beberapa hari, akhirnya Nabi Ya’qub sampai di depan pintu gerbang Faddan A’ram (Iraq) dan beliau sangat senang karena perjalanannya tidak menjadi sia-sia. Selain itu, ketika melihat kesibukan yang dilakukan oleh masyarakat di Iraq, Nabi Ya’qub sangat merasa senang.

Ketika menuju ke rumah pamannya, Nabi Ya’qub diantar oleh putri pamannya yang bernama Rahil dan setelah sampai di rumah pamannya, surat dari Nabi Ishak segera diberikan kepada pamannya, Syekh Labban. Surat itu berisi tentang keinginan Nabi Ishak untuk menjodohkan anaknya dengan salah satu putri dari Syekh Labban.

Namun, Syekh Labban memberikan syarat jika Nabi Ya’qub ingin menikahi salah satu putrinya. Syekh Labban menyampaikan syaratnya berupa harus menjadi penggembala kambing selama tujuh tahun dan hal itu menjadi mas kawin untuk pernikahannya nanti.

Ketika ditanya, putri yang ingin dinikahinya, Nabi Ya’qub menjawab bahwa ia ingin menikahi Rahil. Namun, Syekh Labban menjelaskan bahwa hal itu tidak bisa terjadi apabila kamu (Nabi Ya’qub) tidak menikahi kakaknya terlebih dahulu yang bernama Laya.

Pada saat itu, hukum adat melarang jika adik melangkahi kakak perempuannya untuk menikah lebih dulu.

Setelah mendengar pernyataan dari Syekh Labban, Nabi Ya’qub pun menyetujui semua persyaratan yang telah diberikan oleh ayah dari Laya dan Rahil. Nabi Ya’qub berdoa kepada Allah untuk memohon agar keinginan ayah dan ibunya untuk menikah putri Syekh Labban dapat terpenuhi. “Ya Allah Yang Maha Agung, aku mohon kabulkan keinginan ayah dan ibu hamba. Berikanlah aku kekuatan semala menjalani ujian dan kuatkan iman hamba. Sesungguhnya hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan dan Engkau Maha Mengetahui hal-hal gaib.”

Setelah melewati ujian menggembala kambing selama tujuh tahun, Nabi Ya’qub menikahi putri dari Syekh Labban, Laya. Pernikahan putranya dengan putri dari Syekh Labban terdengar oleh Nabi Ishak dan istrinya beliau dan mereka yang mendengar kabar itu merasa bahagia.

Setelah berhasil melewati ujian pertama, yaitu menikahi Laya. Nabi Ya’qub mulai mempersiapkan dirinya untuk melewati ujian kedua yaitu menggembala kambing dan menikahi Rahil yang merupakan putri kedua dari Syekh Labban. Ujian kedua pun berhasil dilewati oleh Nabi Ya’qub.

Nabi Ya’qub A.S Memiliki 4 Istri

Kedua putri dari Syekh Labban sangat bahagia setelah menikah dengan Nabi Ya’qub dan mereka berdua saling bercerita tentang kebaikan sang suami ketika sang suami tidak berada di rumah. Mereka berdua yang sudah merasakan kebaikan dari Nabi Ya’qub ini sangat ingin untuk membalaskan kebaikan sang suami. Namun, mereka belum tahu hadiah apa yang cocok untuk membalaskan kebaikannya itu.

Setelah berpikir cukup panjang, Rahil pun ingat bahwa mereka memiliki dua orang pembantu yang memiliki wajah yang cantik. Dua pembantu itu bernama Balhah dan Zulfah. Laya dan Rahil akhirnya sepakat untuk menikahkan Nabi Ya’qub dengan kedua pembantu itu.

Setelah mereka sepakat dengan keputusan itu, kemudian menyampaikannya kepada ayahnya, Syekh Labban. Mendengar keinginan mereka berdua untuk menikahkan Nabi Ya’qub dengan kedua pembantu putrinya membuat beliau terkejut.

Setelah mendapatkan persetujuan dari Laya, Rahil, dan Syekh Labban, Nabi Ya’qub menikah dengan kedua pembantunya. Setelah pernikahan itu berhasil, Laya dan Rahil merasa sangat bahagia karena bisa memberikan hadiah kepada suami tercintanya.

Dari keempat istri tercintanya, Nabi Ya’qub A.S memiliki 12 orang anak. Istri pertama, Laya dikaruniai enam orang anak, yaitu Syam’un, Rawbin, Lewi, Yahuda, Yazakir, dan Zabulan. Istri kedua, Rahil dikaruniai dua orang anak, yaitu Benyamin dan Yusuf. Istri ketiga, Zulfah dikaruniai dua orang anak, yaitu Kan dan Asyar. Istri keempat, Balhah dikaruniai dua orang anak, yaitu Daan dan Naftali.

 



Post a Comment

Previous Post Next Post