Kisah Nabi Hud Alaihissalam



Nabi Hud merupakan salah satu dari 25 nabi dan rasul yang diutus oleh Allah SWT untuk membimbing umat manusia ke jalan yang benar. Nabi Hud diutus untuk memberikan petunjuk kepada kaum 'Ad yang hidup di semenanjung Arabia pada masa itu.

Kaum 'Ad termasuk golongan yang sangat sombong dan merasa lebih hebat dari orang lain. Mereka hidup dalam kemewahan dan kekayaan yang melimpah. Namun, mereka juga sangat durhaka kepada Allah dan mempersekutukan-Nya dengan berhala-berhala yang mereka sembah.

Mukjizat Nabi Hud yang paling terkenal adalah dalam bentuk angin badai yang sangat besar. Allah SWT mengirimkan angin badai tersebut sebagai hukuman kepada kaum 'Ad yang telah banyak melakukan kejahatan. Angin badai tersebut sangat kuat sehingga mampu mengangkat rumah-rumah, pohon-pohon besar, dan bahkan manusia sekalipun. Hanya Nabi Hud dan kaum yang beriman kepada-Nya yang selamat dari hukuman tersebut.

Namun, kaum 'Ad tetap saja tidak mau bertaubat dan terus merusak kehidupan di bumi. Akhirnya, Allah SWT menghancurkan kaum 'Ad dengan gempa bumi yang sangat dahsyat sehingga seluruh kaum tersebut punah.

Perjalanan dakwah Nabi Hud sendiri sangat panjang dan penuh dengan tantangan. Beliau terus berusaha membujuk kaum 'Ad agar bertaubat dan mengembalikan keimanan mereka kepada Allah SWT. Namun, kaum 'Ad tetap saja memilih untuk tidak mendengarkan dan terus melakukan keburukan.

Sebagai umat muslim, kita wajib mempelajari sejarah Nabi Hud dan menganut keimanan kepada-Nya sebagai salah satu rukun iman. Kisah Nabi Hud menjadi contoh bagi kita bahwa kekayaan dan kekuasaan tidak akan membawa kebahagiaan apabila tidak diimbangi dengan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.

Banyak sekali hikmah, pelajaran, dan tauladan yang kita dapatkan dengan mempelajari kisah-kisah para Nabi dan Rasul.

Iman kepada Nabi dan Rasul merupakan salah satu rukun iman yang penting bagi umat Muslim. Hal ini karena Nabi dan Rasul merupakan utusan Allah Ta'ala yang diutus untuk membawa risalah-Nya kepada umat manusia.

Dalam mengimani Nabi dan Rasul, kita juga harus meyakini dan mempercayai berbagai kejadian luar biasa yang terjadi pada masa mereka. Seperti contohnya ketika Nabi Musa membelah laut merah, Nabi Ibrahim disembelih di hadapan putranya, dan Nabi Muhammad berpindah dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa dalam waktu yang sangat singkat.

Meyakini kejadian-kejadian tersebut dapat menumbuhkan rasa beriman kepada Allah Ta'ala melalui alam semesta. Kita bisa melihat kebesaran Allah Ta'ala dan kekuasaan-Nya melalui berbagai mukjizat yang diberikan kepada para Nabi dan Rasul tersebut. Kejadian-kejadian tersebut menjadi bukti bahwa Allah Ta'ala adalah Sang Pencipta yang Maha Kuasa dan mampu melakukan apa saja.

Selain itu, mengimani Nabi dan Rasul juga dapat membantu kita untuk memahami ajaran Islam secara lebih baik. Dengan mengikuti teladan mereka, kita bisa mengetahui cara-cara yang benar dalam menjalankan ajaran Islam dan beribadah kepada Allah Ta'ala.

Oleh karena itu, sebagai umat Muslim, kita harus menjaga dan memperkuat iman kepada Nabi dan Rasul. Kita harus selalu mengingat dan menghargai perjuangan mereka dalam menyampaikan risalah Allah Ta'ala kepada umat manusia. Dengan begitu, kita akan semakin dekat dengan Allah Ta'ala dan menjadi lebih baik dalam menjalankan ajaran-Nya.

Selain menumbuhkan rasa beriman kepada Allah Ta'ala melalui alam semesta, iman kepada Nabi dan Rasul juga dapat menumbuhkan semangat dalam beribadah. Hal ini karena kita memahami akhir kehidupan orang-orang dzalim yang ingkar kepada Allah Ta'ala pada masa Nabi dan Rasul.

Kita dapat melihat dari sejarah bahwa orang-orang dzalim tersebut mendapatkan hukuman yang adil dari Allah Ta'ala. Seperti contohnya kaum Nabi Nuh yang dilanda banjir besar, kaum Nabi Luth yang dihancurkan oleh gempa bumi, dan kaum Nabi Shaleh yang diberikan azab yang mengerikan. Hukuman ini menjadi pelajaran bagi kita untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama dan tetap taat kepada perintah Allah Ta'ala.

Dengan memahami akhir kehidupan orang-orang dzalim tersebut, kita akan semakin termotivasi untuk meningkatkan kualitas ibadah kita. Kita akan menjadi lebih tekun dan konsisten dalam menjalankan perintah Allah Ta'ala serta menjauhi segala bentuk dosa dan maksiat.

Oleh karena itu, sebagai umat Muslim, kita harus senantiasa memperkuat iman kepada Nabi dan Rasul. Kita harus memahami bahwa keimanan kepada mereka adalah kunci dalam mencapai kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Dengan begitu, kita dapat menjadi hamba yang taat dan berbakti kepada Allah Ta'ala serta meraih kebahagiaan dunia dan akhirat yang abadi.

Dalam ajaran Islam, terdapat 25 Nabi dan Rasul yang wajib untuk dipercaya dan diimani, mulai dari Nabi Adam ‘alaihissalam hingga yang terakhir adalah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. Salah satu dari 25 Nabi dan Rasul tersebut adalah Nabi Hud ‘alaihissalam.

Nabi Hud ‘alaihissalam adalah seorang Nabi yang diutus oleh Allah Ta’ala kepada kaum ‘Ad. Kaum ‘Ad adalah salah satu kaum yang sangat kuat dan berkuasa pada zamannya, namun mereka juga sangat sombong dan durhaka kepada Allah Ta’ala.

Nabi Hud ‘alaihissalam diutus oleh Allah Ta’ala untuk mengajak kaum ‘Ad agar kembali kepada jalan yang benar dan taat kepada perintah-Nya. Namun, kaum ‘Ad justru semakin memperburuk keadaan dengan mengabaikan ajakan dan peringatan yang disampaikan oleh Nabi Hud ‘alaihissalam.

Oleh karena itu, Allah Ta’ala mengirimkan azab yang sangat dahsyat kepada kaum ‘Ad. Azab tersebut berupa angin yang sangat kencang dan menghancurkan segala sesuatu yang ada di hadapannya. Hanya Nabi Hud ‘alaihissalam dan orang-orang yang beriman yang selamat dari azab tersebut.

Mukjizat yang dimiliki oleh Nabi Hud ‘alaihissalam adalah mampu berbicara dengan bahasa kaum ‘Ad dan membuat bangunan-bangunan besar yang menjadi kebanggaan mereka runtuh dengan mudahnya. Selain itu, Nabi Hud ‘alaihissalam juga memiliki kekuatan yang luar biasa dan mampu melawan kaum ‘Ad yang sangat kuat dan besar.

Dalam sejarah Islam, Nabi Hud ‘alaihissalam menjadi contoh bagi kita untuk senantiasa taat kepada perintah Allah Ta’ala dan menjauhi sikap sombong serta durhaka kepada-Nya. Kita juga harus mengambil pelajaran dari kejadian kaum ‘Ad agar tidak mengulangi kesalahan yang sama dalam kehidupan kita.

Oleh karena itu, sebagai umat Muslim, kita harus senantiasa mengimani dan menghormati Nabi Hud ‘alaihissalam serta Nabi dan Rasul yang lainnya. Kita harus mengambil pelajaran dari sejarah kehidupan mereka untuk memperkuat iman dan meningkatkan kualitas ibadah kita.



Sejarah Singkat Nabi Hud


Nabi Hud ‘alaihissalam memang merupakan salah satu dari 25 Nabi utusan Allah Ta’ala yang menerima wahyu untuk dirinya sendiri. Nabi Hud ‘alaihissalam merupakan nabi keempat yang diutus oleh Allah Ta’ala dan berasal dari bangsa Arab, tepatnya suku ‘Ad.

Kisah dakwah Nabi Hud ‘alaihissalam kepada kaum ‘Ad dapat ditemukan melalui sumber-sumber sejarah Islam, seperti kitab suci Al-Quran dan Hadits, serta buku-buku yang membahas tentang kehidupan para Nabi dan Rasul.

Salah satu contoh buku yang membahas kisah dakwah Nabi Hud ‘alaihissalam kepada kaum ‘Ad adalah buku "Nabi Hud" yang ditulis oleh Ibnu Katsir. Buku tersebut mengupas secara mendalam tentang kehidupan dan dakwah Nabi Hud ‘alaihissalam, serta azab yang diterima oleh kaum ‘Ad karena durhaka dan sombong kepada Allah Ta’ala.

Dalam buku tersebut, Ibnu Katsir menggambarkan bagaimana Nabi Hud ‘alaihissalam berjuang dengan penuh kesabaran dan keberanian dalam mengajak kaum ‘Ad untuk kembali kepada jalan yang benar dan taat kepada perintah Allah Ta’ala. Namun, karena tingkat kekerasan hati dan keingkaran kaum ‘Ad yang semakin bertambah, Allah Ta’ala mengirimkan azab yang sangat dahsyat untuk menghancurkan mereka.

Buku "Nabi Hud" dapat menjadi salah satu referensi bagi umat Muslim untuk memahami secara lebih mendalam tentang sejarah kehidupan Nabi Hud ‘alaihissalam dan dakwahnya kepada kaum ‘Ad. Dengan mempelajari kisah dakwah para Nabi dan Rasul, kita dapat menambah keimanan dan kecintaan kita kepada Allah Ta’ala serta meningkatkan kualitas ibadah kita.

Ada riwayat dari Abu Dzar yang menyebutkan bahwa selain Nabi Hud ‘alaihissalam, terdapat tiga nabi lainnya yang berasal dari bangsa Arab, yaitu Nabi Saleh ‘alaihissalam, Nabi Syu’aib ‘alaihissalam, dan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Nabi Saleh ‘alaihissalam diutus oleh Allah Ta’ala kepada kaum Thamud, yang juga merupakan bangsa Arab yang sombong dan ingkar kepada Allah Ta’ala. Nabi Saleh ‘alaihissalam diutus untuk mengajak kaum Thamud untuk meninggalkan perbuatan kejahatan dan kembali kepada Allah Ta’ala, namun mereka tetap bersikukuh dalam kesombongan dan mendapat azab yang dahsyat dari Allah Ta’ala.

Sementara itu, Nabi Syu’aib ‘alaihissalam diutus kepada kaum Madyan, yang juga merupakan bangsa Arab. Nabi Syu’aib ‘alaihissalam mengajak kaum Madyan untuk meninggalkan perbuatan dosa dan kembali kepada Allah Ta’ala, namun mereka tetap bersikukuh dalam kesombongan dan mendapat azab yang sangat pedih.

Sedangkan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang juga berasal dari bangsa Arab, diutus oleh Allah Ta’ala sebagai Nabi terakhir dan menjadi penutup para Nabi dan Rasul. Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus untuk menyempurnakan agama Islam dan membawa manusia kepada kebenaran serta kebahagiaan dunia dan akhirat.

Dengan mengetahui sejarah kehidupan para Nabi dan Rasul, kita dapat memperdalam pemahaman kita tentang agama Islam dan meningkatkan kecintaan serta keimanan kita kepada Allah Ta’ala.

Sejak kecil, Nabi Hud ‘alaihissalam dikenal sebagai sosok yang memiliki perilaku sangat terpuji. Ia dikenal sebagai sosok yang jujur, amanah, memiliki budi pekerti yang luhur, dan selalu bekerja keras. Selain itu, Nabi Hud ‘alaihissalam juga sangat bijaksana dan ramah dalam bergaul dengan kawan-kawan sepantaran di sekelilingnya.

Perilaku Nabi Hud yang terpuji ini tidak hanya dikenal oleh teman-temannya, namun juga oleh masyarakat sekitar. Karena perilaku terpuji inilah, Nabi Hud ‘alaihissalam kemudian dipilih oleh Allah Ta’ala sebagai nabi dan rasul untuk menyampaikan risalah-Nya kepada kaum ‘Ad.

Perilaku terpuji yang dimiliki oleh Nabi Hud ‘alaihissalam ini patut dijadikan teladan bagi kita sebagai umat Muslim, terutama dalam hal menjaga akhlak dan budi pekerti yang baik dalam kehidupan sehari-hari.

Kisah kehidupan dan perjalanan dakwah Nabi Hud ‘alaihissalam banyak disebutkan di dalam Al-Qur’an. Nama “Hud” bahkan diabadikan sebagai nama salah satu surat di Al-Qur’an, yakni surat ke-sebelas.

Surat Hud ayat 50 menyebutkan tentang Nabi Hud ‘alaihissalam dan kaum ‘Ad. Kaum ‘Ad pada masa itu dikenal sebagai kaum yang sombong dan ingkar terhadap Allah Ta’ala. Nabi Hud ‘alaihissalam telah diberi tugas oleh Allah Ta’ala untuk menyampaikan risalah-Nya kepada kaum ‘Ad, namun mereka tidak mau menerima dakwah dan malah memusuhi Nabi Hud ‘alaihissalam.

Nabi Hud ‘alaihissalam terus mengajak kaum ‘Ad agar kembali kepada Allah Ta’ala dan meninggalkan perbuatan-perbuatan yang tidak sesuai dengan ajaran-Nya. Ia juga memberikan peringatan kepada mereka tentang adanya siksaan dari Allah Ta’ala jika mereka tetap dalam keadaan ingkar.

Namun, kaum ‘Ad tetap menolak ajakan dan peringatan Nabi Hud ‘alaihissalam. Mereka bahkan memusuhi Nabi Hud ‘alaihissalam dan pengikutnya, dan terus melakukan perbuatan yang merusak lingkungan dan kehidupan sosial di sekitar mereka.

Akhirnya, Allah Ta’ala mengirimkan azab berupa angin topan yang sangat dahsyat untuk memusnahkan kaum ‘Ad yang sombong dan ingkar. Hanya sedikit orang yang selamat dari azab ini, termasuk Nabi Hud ‘alaihissalam dan pengikutnya yang beriman kepada Allah Ta’ala.

Kisah Nabi Hud ‘alaihissalam menjadi pelajaran bagi kita untuk selalu berusaha mengikuti ajaran-Nya dan beriman kepada Allah Ta’ala. Kita harus selalu menghindari sikap sombong dan ingkar terhadap Allah Ta’ala, serta selalu berusaha memperbaiki perilaku dan budi pekerti kita agar menjadi lebih baik.

“Dan kepada kaum ‘Ad (Kami utus) saudara mereka, Hud. Dia berkata, ‘Wahai kaumku! Sembahlah Allah, tidak ada tuhan bagimu selain Dia. (Selama ini) kamu hanyalah mengada-ada.’” (Q.S. Hud ayat 50).

Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah SWT telah mengutus Nabi Hud sebagai saudara kaum ‘Ad untuk memberikan dakwah dan mengajak mereka untuk menyembah Allah SWT sebagai satu-satunya Tuhan yang hakiki. Nabi Hud ‘alaihissalam menyampaikan bahwa selama ini kaum ‘Ad hanya menyembah tuhan-tuhan yang dibuat oleh mereka sendiri, yang pada akhirnya hanya merupakan hasil kreasi manusia belaka.

Dalam dakwahnya, Nabi Hud ‘alaihissalam juga memberikan peringatan kepada kaum ‘Ad yang sudah terlalu sombong dan meninggikan diri serta tidak mau beriman kepada Allah SWT. Hal ini tercermin pada ayat 52-53 dalam surat Hud yang berbunyi, “Wahai kaumku! Mohon ampunan kepada Tuhanmu, kemudian bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia akan menurunkan hujan kepadamu dengan lebat, dan menambahkan kekuatanmu. Janganlah kamu berpaling dari-Nya dengan berbuat dosa.”

Namun, dakwah Nabi Hud ‘alaihissalam tidak diindahkan oleh kaum ‘Ad yang malah semakin membabi-buta dan tidak mengindahkan peringatan yang diberikan. Mereka terus melakukan perbuatan dosa dan tidak mau mengubah kebiasaan buruknya. Hal ini membuat Allah SWT murka dan membinasakan mereka dengan bencana angin yang sangat keras selama tujuh malam dan delapan hari. Hanya Nabi Hud ‘alaihissalam dan kaum yang beriman kepada-Nya yang selamat dari bencana tersebut.

Nabi Hud 'alaihissalam selalu mengajak kaum 'Ad untuk beriman kepada Allah Ta'ala dan meninggalkan kebiasaan buruk serta penyembahan kepada berhala-berhala. Beliau memperingatkan mereka tentang datangnya azab yang dahsyat jika mereka tetap dalam kesesatan dan tidak berpaling kepada Allah Ta'ala.

Seperti dalam ayat 51 dari Surat Hud yang berbunyi "Wahai kaumku! Aku tidak meminta imbalan kepadamu atas (Seruanku) ini. Imbalanku hanyalah dari Allah yang telah menciptakanku. Tidakkah kamu mengerti?". Nabi Hud 'alaihissalam mengajak kaumnya untuk kembali kepada Allah Ta'ala bukan karena kepentingan pribadi, tetapi semata-mata karena mencintai dan mengasihi mereka sebagai saudara sesama manusia.

Namun, sayangnya, kaum 'Ad tidak mau mengikuti ajakan Nabi Hud 'alaihissalam dan justru semakin keras kepala dan merasa lebih kuat. Mereka terus melakukan kesalahan dan terus-menerus mengabaikan peringatan dari Nabi Hud 'alaihissalam. Hal ini membuat Allah Ta'ala sangat murka sehingga azab yang dahsyat pun datang menimpa mereka.

Semasa hidupnya Nabi Hud ‘alaihissalam menempati sebuah daerah yang disebut dengan Al-Ahqaf, tepatnya di sebelah utara Hadramaut, berada diantara Yaman dan Oman. Hadramaut adalah sebuah daerah yang sangat indah karena memiliki tanah yang subur.

Perlu diketahui bahwa Hadramaut adalah sebuah wilayah yang terkenal dengan kekayaan sumber daya alam dan peradaban yang maju di masa lalu. Selain itu, daerah ini juga menjadi pusat pendidikan dan penyebaran agama Islam di Asia Tenggara pada abad ke-16 hingga ke-18.

Namun, mengenai kelahiran Nabi Hud ‘alaihissalam sendiri tidak ada keterangan yang jelas dalam sumber-sumber sejarah Islam. Sehingga tidak dapat dipastikan apakah beliau benar-benar lahir di wilayah Hadramaut atau tidak.

Bagi umat Islam, Qabr Hud atau Makam Hud menjadi salah satu tempat suci yang memiliki nilai sejarah dan religius yang penting. Di sana, umat Islam memperingati dan mengenang jasa Nabi Hud ‘alaihissalam dalam menyeru kepada kaum ‘Ad untuk kembali kepada jalan yang benar dan meninggalkan perbuatan dosa serta kesyirikan.

Pada hari peringatan 11 Sya’ban, ribuan peziarah dari berbagai negara berkunjung ke Hadramaut untuk melakukan ziarah ke Qabr Hud. Selain mengenang Nabi Hud ‘alaihissalam, peziarah juga mengisi waktu dengan membaca Al-Qur'an, berdoa, dan mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya.

Qabr Hud menjadi bukti nyata tentang pentingnya sejarah dan keberadaan para Nabi dan Rasul dalam agama Islam. Sebagai umat Muslim, kita harus selalu menghormati dan menghargai perjuangan Nabi Hud ‘alaihissalam dalam menyeru kepada kaumnya untuk kembali kepada jalan yang benar.

Sejarah Nabi Hud ‘alaihissalam sangat erat kaitannya dengan kaum ‘Ad, yaitu kaum yang hidup pada zaman Nabi Hud ‘alaihissalam dan merupakan kaum tertua setelah dibinasakannya kaum yang dzolim pada zaman Nabi Nuh ‘alaihissalam.

Nabi Hud ‘alaihissalam adalah cucu dari Nabi Nuh ‘alaihissalam atau bisa disebut juga sebagai keturunan dari Sam bin Nuh. Nabi Hud ‘alaihissalam memiliki kaitan erat dengan kaum ‘Ad, yaitu kaum tertua setelah dibinasakannya kaum yang dzolim pada zaman Nabi Nuh ‘alaihissalam. Kaum ‘Ad yang hidup pada zaman Nabi Hud ‘alaihissalam dikenal sebagai kaum yang hidup dengan sangat nyaman dan sejahtera.

Kehidupan mereka makmur karena dilimpahi dengan ladang pertanian yang terhampar subur nan hijau, hewan ternak yang sehat dan banyak, serta aliran air yang melimpah dan segar. Selain itu, perawakan tubuh kaum ‘Ad juga diketahui besar dan kuat sehingga sangat menguntungkan mereka dalam bekerja sehari-harinya.

Namun kenikmatan dan berbagai berkah yang dilimpahkan kepada kaum ‘Ad tidak serta merta membuat mereka bersyukur dan menyembah Allah Ta’ala. Kaum ‘Ad tidak mengenal Allah Ta’ala sebagai Tuhan mereka, sama seperti yang dilakukan oleh kaum sebelum mereka (kaum Nabi Nuh). Mereka menyembah patung buatan mereka sendiri dan diberi nama dengan Shamud dan Alhattar.



Perjalanan Dakwah Nabi Hud


Target utama dari dakwah yang dilakukan oleh Nabi Hud ‘alaihissalam adalah Kaum ‘Ad yang bermukim di sekitar tempat tinggal Nabi Hud ‘alaihissalam, yaitu di Al-Ahqaf. Tugas Nabi Hud ‘alaihissalam untuk menyerukan ajaran agar menyembah Allah Ta’ala dan menghindari perbuatan musyrik. Kaum ‘Ad dikenal menyembah patung berhala yang mereka buat sendiri. Seperti ditunjukkan dalam Al-Qur’an Surat Hud ayat 52.

“Dan (Hud berkata), ‘Wahai kaumku! Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras, Dia akan menambahkan kekuatan di atas kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling menjadi orang yang berdosa.’” (Q.S. Hud ayat 52).



Kisah Nabi Hud Diutus sebagai Penolong bagi Kaum ‘Ad


Keringat dan usaha tiada henti yang diperjuangkan oleh Nabi Hud ‘alaihissalam dalam menyerukan kebaikan kepada kaum ‘Ad selain diabadikan ke dalam Al-Qur’an surat Hud, juga diabadikan dalam surat Asy-Syu’ara ayat 128-135.

Nabi Hud ‘alaihissalam menyeru kepada kaum ‘Ad untuk meninggalkan patung berhala yang mereka sembah dan beralih menyembah kepada Allah Ta’ala. Nabi Hud ‘alaihissalam pun menunjukkan bukti-bukti kekuasaan dan keesaan Allah Ta’ala kepada kaum ‘Ad agar mereka dapat memilih ke jalan yang benar.

Namun kaum ‘Ad sama sekali tidak mempercayai Nabi Hud ‘alaihissalam dan tidak mau meninggalkan sesembahan mereka. Bahkan kaum ‘Ad menuduh Nabi Hud ‘alaihissalam sudah terkena penyakit gila.

“Mereka (kaum ‘Ad) berkata, ‘Wahai Hud! Engkau tidak mendatangkan suatu bukti yang nyata kepada kami, dan kami tidak akan meninggalkan sesembahan kami karena perkataanmu dan kami tidak akan mempercayaimu, kami hanya mengatakan bahwa sebagian sesembahan kami telah menimpakan penyakit gila atas dirimu.’ Dia (Hud) menjawab, ‘Sesungguhnya aku bersaksi kepada Allah dan saksikanlah bahwa aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.’” (Q.S. Hud ayat 54).



Balasan Azab Kepada Kaum ‘Ad yang Ingkar


Buntut dari perilaku kaum ‘Ad yang tamak dan sombong serta menentang Nabi Hud ‘alaihissalam, maka Allah Ta’ala memberikan peringatan kepada mereka berupa kekeringan yang panjang. Musibah kekeringan yang menimpa kaum ‘Ad ini sempat membuat mereka resah dan khawatir.

Mereka takut pertanian mereka gagal panen sehingga menyebabkan kelaparan. Celah tersebut yang dimanfaatkan oleh Nabi Hud ‘alaihissalam untuk meyakinkan kaum ‘Ad agar meninggalkan berhala dan berpaling untuk bertaubat dan menyembah Allah Ta’ala.

Namun perkataan Nabi Hud ‘alaihissalam benar-benar tidak dihiraukan sama sekali oleh mereka. Sesuai yang tertuang dalam Al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 70.

“Mereka berkata, ‘Apakah kedatanganmu kepada kami, agar kami hanya menyembah kepada Allah saja dan meninggalkan apa yang biasa disembah oleh nenek moyang kami? Maka buktikanlah ancamanmu kepada kami, jika kamu benar!’” (Q.S. Al-A’raf ayat 70).

Akibat dari keras kepalanya kaum ‘Ad yang terus menerus menentang Nabi Hud ‘alaihissalam dan menyekutukan Allah Ta’ala, maka selanjutnya Allah menunjukkan kuasa-Nya dengan mendatangkan gumpalan awan hitam nan pekat.

Para kaum ‘Ad berseru gembira karena mengira awan tersebut adalah pertanda datangnya hujan yang akan menyelamatkan ladang dan pertanian mereka dari kekeringan.

Namun, di tengah sorak sorai kaum ‘Ad yang berbahagia atas kedatangan awan tersebut, Nabi Hud ‘alaihissalam memberi peringatan bahwa awan hitam yang datang bukanlah pertanda baik akan turunnya hujan.

Melainkan pertanda buruk akan datangnya azab dari Allah Ta’ala kepada kaum ‘Ad karena telah menyekutukan Allah Ta’ala. Tetapi sekali lagi peringatan yang disampaikan oleh Nabi Hud ‘alaihissalam tidak dihiraukan oleh mereka. Kaum ‘Ad tetap tidak mau mempercayai segala perkataan dan meminta bukti atas peringatan Nabi Hud ‘alaihissalam.

Hingga akhirnya Allah Ta’ala sebagai sang Kuasa benar-benar menjatuhkan azab kepada kaum ‘Ad dengan datangnya angin topan secara dahsyat. Angin topan tersebut langsung merobohkan dan menyapu apa saja yang ada seperti rumah, bangunan, berhala, ladang, hewan ternak, dan berbagai harta benda lainnya milik kaum ‘Ad.

Angin topan kencang tersebut akhirnya mampu membinasakan kaum ‘Ad beserta berhala-berhala yang mereka sembah. Saking dahsyatnya, diriwayatkan bahwa angin yang berlangsung selama delapan hari tujuh malam tersebut telah menghancurkan segalanya seperti serbuk. Kisah tentang angin topan yang menimpa kaum ‘Ad diceritakan dalam surat Al-Haqqah ayat 6-8.

“Sedangkan Kaum ‘Ad, mereka telah dibinasakan dengan angin topan yang sangat dingin. Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam delapan hari terus menerus; maka kamu melihat Kaum ‘Ad pada waktu itu mati bergelimpangan, seperti batang-batang pohon kurma yang telah kosong (lapuk). Maka adakah kamu melihat seorang pun yang masih tersisa di antara mereka?” (Q.S. Al-Haqqah ayat 6-8).

Lalu ketika terjadi bencana angin topan dahsyat yang menimpa kaum ‘Ad, apakah yang terjadi kepada Nabi Hud ‘alaihissalam dan para pengikutnya? Tentu saja mereka diselamatkan oleh Allah Ta’ala.

Nabi Hud ‘alaihissalam dan para pengikutnya tetap berdiam di rumah tanpa merasakan sedikitpun bahaya dari angin topan tersebut. Setelah kejadian yang menimpa kaum ‘Ad, akhirnya Nabi Hud ‘alaihissalam dan para pengikutnya berpindah ke daerah Hadramaut untuk menetap di sana hingga beliau menghembuskan nafas terakhirnya.


Mukjizat Allah Ta’ala kepada Nabi Hud


Bagi kalian yang belum familiar dengan istilah mukjizat, mukjizat adalah suatu peristiwa, kejadian, ataupun kemampuan luar biasa yang dimiliki atau terjadi pada diri Nabi dan Rasul. Mukjizat diturunkan dan diberikan secara langsung oleh Allah Ta’ala kepada Nabi dan Rasul untuk membuktikan bahwa mereka adalah orang istimewa yang terpilih dalam mengemban dakwah kepada sesamanya. Mukjizat tidak akan dapat ditiru oleh siapapun sehingga Ia berbeda dengan sihir. Sihir dapat dipelajari dan dapat dilawan, sedangkan mukjizat tidak.



Tiga mukjizat yang dimiliki oleh Nabi Hud

Berikut dijelaskan mengenai tiga mukjizat yang dianugerahkan oleh Allah Ta’ala kepada Nabi Hud ‘alaihissalam guna membantu beliau dalam menjalankan dakwah kepada kaum ‘Ad:


1.  Atas seizin Allah Ta’ala, Nabi Hud ‘alaihissalammampu menurunkan hujan dimana kala itu kaum          ‘Ad sedang dilanda musibah kekeringan hebat hingga membuat ladang, pertanian, dan hewan ternak      mati karena tidak ada sumber air.

2. Nabi Hud ‘alaihissalam dikarunia oleh Allah Ta’ala umur yang panjang yaitu hingga mencapai 130         tahun.

3. Nabi Hud ‘alaihissalam dan para pengikutnya dapat selamat dari bencana angin topan dahsyat.



Kisah Nabi Hud yang Diabadikan di dalam Al-Qur’an


Kisah perjalanan Nabi Hud ‘alaihissalam dalam berdakwah tercantum dan diabadikan dalam beberapa surat di Al-Qur’an, di antaranya:


Surat Hud ayat 50 hingga ayat 54

Dan kepada kaum ‘Aad (Kami utus) saudara mereka, Hud. Dia berkata, “Wahai Kaumku! Sembahlah Allah, tidak ada Tuhan bagimu selain Dia. (Selama ini) kamu hanyalah mengada-ada ” (Q.S. Hud ayat 50).

“Wahai Kaumku! Aku tidak meminta imbalan kepadamu atas (seruanku)  ini. Imbalanku  hanyalah dari Allah yang telah menciptakanku. Tidakkah kamu mengerti?” (Q.S. Hud ayat 51).

“Dan (Hud berkata), “Wahai kaumku! Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras, Dia akan menambahkan kekuatan di atas kekuatanmu dan janganlah kamu berpaling menjadi orang yang berdosa.”” (Q.S. Hud ayat 52).

“Mereka (kaum ‘Ad) berkata, “Wahai Hud! Engkau tidak mendatangkan suatu bukti yang  nyata kepada kami, dan kami tidak akan meninggalkan sesembahan kami karena perkataanmu dan kami tidak akan mempercayaimu.” (Q.S. Hud ayat 53).

“Kami hanya mengatakan bahwa sebagian sesembahan kami telah menimpakan penyakit gila atas dirimu. Dia Hud menjawab, “Sesungguhnya aku bersaksi kepada Allah dan saksikanlah bahwa aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.” (Q.S. Hud ayat 54).


Surat Al-Mu’minun ayat 31 hingga ayat 41

“Kemudian setelah mereka, Kami ciptakan umat yang lain (kaum ‘Ad).” (Q.S. Al-Mu’minun ayat 31).

“Lalu Kami utus kepada mereka seorang Rasul dari kalangan mereka sendiri (yang berkata), “Sembahlah Allah! Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) bagimu selain Dia. Maka mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?” (Q.S. Al-Mu’minun ayat 32).

“Dan berkatalah para pemuka orang kafir dari kaumnya dan yang mendustakan pertemuan hari akhirat serta mereka yang telah Kami beri kemewahan dan kesenangan dalam kehidupan di dunia. “(Orang)  ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, dia makan apa yang kamu makan, dan dia minum apa yang kamu minum.” (Q.S. Al-Mu’minun ayat 33).

“Dan sungguh, jika kamu menaati manusia yang seperti kamu, niscaya kamu pasti rugi.” (Q.S. Al-Mu’minun ayat 34).

“Adakah dia menjanjikan kepada kamu, bahwa apabila kamu telah mati dan menjadi tanah dan tulang belulang, sesungguhnya kamu akan dikeluarkan dari kuburmu?” (Q.S. Al-Mu’minun ayat 35).

“Jauh! Jauh sekali (dari kebenaran) apa yang diancamkan kepada kamu.” (Q.S. Al-Mu’minun ayat 36).

“(Kehidupan itu) tidak lain hanyalah kehidupan kita di dunia ini, (di sanalah) kita mati dan hidup dan tidak akan dibangkitkan (lagi).” (Q.S. Al-Mu’minun ayat 37).

“Dia tidak lain hanyalah seorang laki – laki yang mengada – adakan kebohongan terhadap Allah, dan kita tidak akan mempercayainya.” (Q.S. Al-Mu’minun ayat 38).

“Dia (Hud) berdoa, “Ya Tuhanku tolonglah aku karena mereka mendustakan aku.” (Q.S. Al-Mu’minun ayat 39).

“Dia (Allah) berfirman, “Tidak lama lagi mereka pasti akan menyesal.” (Q.S. Al-Mu’minun ayat 40).

“Lalu, mereka benar – benar dimusnahkan oleh suara yang mengguntur, dan Kami jadikan mereka (seperti) sampah yang dibawa banjir. Maka binasalah bagi orang – orang yang zalim.” (Q.S. Al-Mu’minun ayat 41).


Surat Al-Haqqah ayat 6 hingga ayat 8

“Sedangkan kaum ‘Aad, mereka telah dibinasakan dengan angin topan yang sangat dingin.” (Q.S. Al-Haqqah ayat 6).

“Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam delapan hari terus menerus, maka kamu melihat kaum ‘Aad pada waktu itu mati bergelimpangan seperti batang – batang pohon kurma yang telah kosong.” (Q.S. Al-Haqqah ayat 7).

“Maka adakah kamu melihat seorang pun yang masih  tersisa di antara mereka?” (Q.S. Al-Haqqah ayat 8).


Wallahu A'lam...

Post a Comment

Previous Post Next Post