Konsep Iradah versi Kyai Wahab.

 

Cerita mangga Kyai Wahab


Adalah Kyai Haji Wahab Hasbullah Salah satu tokoh NU yang juga pengasuh pondok Tambak Beras. beliau dikenal sebagai sosok yang karismatik dan juga gaul bahasa anak sekarang.


Di tengah-tengah kesibukan beliau dalam dunia organisasi, beliau tetap tidak meninggalkan tugasnya sebagai seorang Kyai yaitu ngajari para santri.


Seperti biasa setiap ba'da isya beliau punya rutinan pengajian kitab Fathul Majid yang bertempat di serambi masjid Jami’ Pondok Tambak Beras, kebetulan pada malam  itu gajinya sampai pada bab qada dan qadar.


Kebetulan atau memang sudah menjadi kebiasaan selalu saja ada santri yang saking keenakan dengerin ngaji atau mungkin karena lainnya selalu tergantung ngantuk bahkan tertidur, salah satu dari santri yang biasa ngantuk saat ngaji itu sebut saja namanya kaslan, Iya juga tertidur Saat pengajian berlangsung dan ia terbangun ketika salah satu temannya nya ngilani hidungnya dengan sebuah sobekan kertas yang dipilin.


Dan ketika kaslan terjaga dari tidur ayamnya, pengajian sudah hampir selesai dan ia juga Masih sempat mendengarkan keterangan Pengajian dari embah Wahab “bahwa segala sesuatu yang terjadi dan kita lakukan adalah tidak lepas dari takdir Allah”.


Seusai pengajian para santri Langsung kembali ke kamar masing-masing, ada yang juga meneruskan tiduran di serambi masjid salah satunya adalah kaslan itu.


Kaslan membatin dalam hati nya dengan keadaan matanya yang masih mengantuk benar sekali segala yang kita lakukan dan terjadi adalah merupakan takdir Allah itu baik atau buruk orang miskin atau orang kaya adalah merupakan takdirnya Allah, begitu juga dengan orang jadi maling atau jadi Kyai.


Seakan segitu terkesan dengan kesimpulan pemahaman yang didengarnya sesaat ketika Iya melek saat pengajian berlangsung membuatnya seperti begitu tenggelam dalam Tafakur, hingga tanpa terasa waktu sudah memasuki tengah malam dan tanpa disadari pula perutnya tiba-tiba protes dan berkeruyuk.


Tiba-tiba saja melintas di benaknya “Mangga ya manga” pikirannya melayang pada sebuah pohon mangga di halaman dalam Mbah Wahab, yang kebetulan saat itu sedang musim buah.


Segera saja kaslan terbangun dan mengendap menuju pekarangan Mbah Wahab kanan kiri aman.


Sambil tak lupa membawa gembolan sarung. Iya segera beraksi memanjat pohon mangga itu, dilanjutkan tangan dan penciumannya yang bereaksi dengan cekatan menyortir buah buah yang sudah masak.


Ketika sedang asyik-asyiknya kaslan bergerilya, tiba-tiba ia mendengar suara yang sangat dikenal dari arah bawah.


Apa dikata tanpa menunggu lebih lama lagi kaslan Segera melorot Turun ke bawah sambil tetap membawa gembolan sarungnya yang kini sudah berisi beberapa buah manga. Sesampai di bawah sudah menunggu Mbah Wahab yang berdiri dengan keren dengan menenangkan hatinya yang lagi deg-dehkan si kaslan menghadap kepada kyai.


Setelah ia mendekat Mbah Wahab langsung menginterogasinya. “Sampean siapa ?, kenapa malam-malam gini kok naik pohon ?”


“Saya santri kiai saya sedang ngambil mangga jenengan” jawab si kaslan.


“Lho kok gak bilang sama saya, berarti sampeyan mencuri ?” lanjut Mbah Wahab.


“Mohon maaf kyai saya mencuri ini sebab takdir Allah, yang telah ditetapkan kepada saya” si kaslan menjawab.


Mbah Wahab manggut-manggut mendengar argumen dan pembahasan santri ituTapi kemudian di luar dugaan kaslan tiba-tiba Mbah Wahab melepas sandalnya dan dengan sandal itu di Sambok kepada santri itu sampai si santri kaget bukan karena sakit tapi karena terkejut dan tidak mengerti sambil senyum-senyum Mbah Wahab menjawab “Ikhlaskan ya kang Aku nyambung ih sampeyan itu karena takdir Allah”

 Sumber: Ngopi di pesantren



HAFIMULTIMEDIA

Post a Comment

Previous Post Next Post