Setiap 22 Oktober, bangsa Indonesia memperingati Hari Santri Nasional sebagai pengakuan terhadap peran besar santri dalam sejarah perjuangan dan penjagaan nilai-nilai negeri ini. Hari ini bukan hanya selebrasi pakaian sarung dan kitab kuning, tetapi pengingat bahwa pesantren sejak dulu adalah benteng moral, ilmu, dan kebangsaan.
Santri di didik bukan hanya agar menjadi pintar, tapi agar benar. Bukan hanya menguasai teori, tapi hidup dalam nilai. Di saat sebagian anak muda sibuk mencari pengakuan dunia, para santri justru dibentuk dengan kesadaran bahwa hidup adalah perjalanan menuju ridha Allah. Mereka bangun sebelum fajar, belajar tanpa tepuk tangan, menjaga adab sebelum mengejar gelar.
Namun perjuangan mereka tidak berhenti di pesantren. Ketika santri turun ke masyarakat, ia membawa narasi damai, moderasi, dan keteladanan. Pesantren mengajarkan bahwa agama tidak boleh menjadi alat kebencian, tetapi cahaya bagi sesama. Inilah sebabnya santri adalah harapan bukan hanya bagi masjid dan mimbar, tapi juga bagi ruang-ruang strategis bangsa: pendidikan, teknologi, diplomasi, bahkan ekonomi.
Hari Santri bukan nostalgia masa lalu. Ia adalah komitmen masa depan.
Selama pesantren tetap hidup, selama santri tetap membaca dunia dengan cahaya ilmu dan adab Indonesia akan selalu memiliki harapan.