Kukira Semua Hari Sama, Tapi Ulama Tunjukkan Hari Paling Tepat untuk Mulai Menuntut


Di saat seperti ini—tatkala waktu berjalan menuju awal tahun ajaran—banyak hati orangtua yang mulai gelisah. Ada haru yang disembunyikan dalam diam, ada rindu yang sengaja ditahan. Sebab, mereka tengah bersiap untuk melepaskan buah hatinya menuju jalan ilmu, ke tempat yang tak sekadar mengajarkan pelajaran, tetapi juga mendidik jiwa. Ya, mereka hendak mengantarkan anak ke pondok pesantren.


Pesantren telah lama dikenal sebagai taman yang penuh nilai: lingkungan yang lebih terjaga, kebiasaan yang dituntun dalam adab, dan hari-hari yang diisi dengan ibadah serta keteladanan. Di sanalah, anak-anak tak hanya belajar, tetapi ditempa untuk menjadi pribadi yang membawa cahaya bagi sekitarnya.


Namun, di tengah segala persiapan itu, ada satu tanya yang sering luput dari perhatian: kapankah waktu yang paling baik untuk mengantarkan anak menempuh jalan ilmu? Hari apa yang membawa keberkahan lebih besar dalam memulai perjalanan ini?


Jawaban Para Ulama: Hari Rabu

Pertanyaan semacam ini bukanlah hal baru. Para ulama terdahulu telah memikirkannya jauh sebelum kita. Dalam kitab klasik yang mulia, Ta’līm al-Muta‘allim, kita menemukan petunjuk yang sangat indah.


Disebutkan bahwa Syaikhul Islam Burhanuddin, seorang ulama besar yang ilmunya menembus zaman, memilih memulai langkah belajarnya pada hari Rabu. Bukan tanpa sebab—beliau menisbatkan pilihannya itu kepada sabda Rasulullah ﷺ:


“Rasulullah ﷺ telah bersabda: Tidaklah dari sesuatu yang dimulai pada hari Rabu, kecuali akan menjadi sempurna.”


Hadits ini juga dikuatkan oleh Imam Abu Hanifah, yang meriwayatkannya dari gurunya, Asy-Syaikh Al-Imam Al-Ajall Qiwamuddin Ahmad bin Abdurrasyid. Maka, jelaslah bahwa hari Rabu memiliki tempat istimewa dalam pandangan para pewaris ilmu nabi.


Mengapa Hari Rabu Begitu Istimewa?

Hari Rabu bukanlah hari biasa. Para ulama menyebut bahwa hari Rabu adalah hari diciptakannya cahaya. Dan bukankah ilmu itu sendiri adalah cahaya? Maka, memulai menuntut ilmu pada hari penciptaan cahaya, adalah isyarat bahwa perjalanan itu akan disinari dan dijaga dari gelapnya kebodohan.


Lebih dari itu, disebutkan pula bahwa hari Rabu adalah hari sial bagi orang-orang kafir, yang artinya menjadi hari keberuntungan dan keberkahan bagi kaum mukmin. Dalam logika spiritual Islam, ini adalah tanda bahwa Rabu menjadi hari yang penuh harapan bagi mereka yang ingin memulai jalan kebaikan.


Memilih Hari, Menata Niat

Mengantarkan anak ke pesantren bukan hanya soal waktu yang kosong atau kendaraan yang tersedia. Ia adalah momen sakral, saat seorang ayah atau ibu menata niat dalam-dalam: “Ya Allah, inilah amanah-Mu yang kuantarkan kembali pada cahaya-Mu.”


Memilih hari Rabu, sebagaimana yang diajarkan para ulama, bukan sekadar kebiasaan, tapi juga bentuk ikhtiar batin agar langkah yang kecil itu menjadi besar dalam pandangan langit.


Maka, bila engkau sedang merencanakan keberangkatan sang anak ke pesantren—di antara haru dan bangga, cemas dan rindu—pertimbangkanlah hari Rabu sebagai awal. Semoga langkah itu menjadi pijakan awal menuju keberkahan, dan dari sanalah, anak-anak kita tumbuh menjadi cahaya bagi umat, dan penyejuk bagi hati kita.


Wallāhu a‘lam.


Post a Comment

Previous Post Next Post