Pada hakikatnya, setiap orang adalah pemimpin. Bukan hanya karena
sabda Rasulullah ﷺ yang menyatakan bahwa
“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai
pertanggungjawaban atas kepemimpinannya”, tapi karena kehidupan itu sendiri
menuntut kita untuk mengarahkan, menentukan, dan mengambil keputusan. Bahkan
sebelum kita memimpin orang lain, kita telah terlebih dahulu dituntut untuk
memimpin diri sendiri.
Kepemimpinan bukan sekadar jabatan. Ia adalah kemampuan mengendalikan amarah saat marah, memilih diam
ketika bicara tidak lagi bijak, dan terus melangkah meski jalan terasa berat.
Memimpin diri berarti mampu berkata "tidak" pada yang menggiurkan
tapi menyesatkan, dan "ya" pada hal baik meski sulit dilakukan.
Sayangnya, banyak orang ingin menjadi pemimpin bagi orang lain,
tetapi lupa bahwa ia belum memimpin dirinya sendiri. Ia ingin dihormati, tapi
tidak menghormati dirinya dengan disiplin. Ia ingin diikuti, tapi hidupnya tak
punya arah. Bagaimana seseorang dapat menjadi kompas bagi orang lain, jika
ia sendiri tersesat dalam keputusannya?
Kepemimpinan diri adalah fondasi.
Ketika seseorang berhasil mengatur waktu, emosi, pikiran, dan pilihan hidupnya,
ia akan mampu menjadi teladan. Tanpa banyak bicara, sikapnya akan memberi
makna. Tanpa banyak perintah, orang akan mengikuti jejaknya. Dunia tak butuh
lebih banyak pemimpin dengan suara keras, tapi pemimpin yang sunyi tapi tegas
dalam prinsip.
Mari kita mulai dari yang paling dekat: diri sendiri. Bangun pagi
tepat waktu. Baca buku saat orang lain bermain. Maafkan saat hati ingin
membalas. Itulah bentuk-bentuk kecil kepemimpinan yang sesungguhnya besar.
Karena hanya mereka yang mampu memimpin dirinya, yang pantas memimpin yang
lainnya.