Ketika Diam Lebih Kuat dari Seribu Kata

 




Banyak yang mengira kekuatan itu soal otot yang menonjol, suara yang lantang, atau keberanian melawan musuh di medan pertempuran. Tapi Rasulullah memberikan definisi yang jauh lebih dalam dan menyejukkan:

"Orang yang kuat bukanlah yang menang dalam gulat, tetapi orang yang kuat adalah yang mampu menahan dirinya ketika marah."
(HR. Bukhari dan Muslim)

Marah adalah bagian dari fitrah manusia. Ia muncul saat kezaliman terjadi, saat harapan hancur, atau saat kata-kata menusuk tanpa ampun. Tapi di saat itulah, kita diberi dua pilihan: meledak atau menahan. Dan yang memilih menahan, ialah mereka yang sebenarnya menang.

Menahan amarah bukan berarti lemah. Justru di situlah letak keberanian yang sesungguhnya. Sebab lebih mudah melemparkan kata kasar daripada menahan lidah. Lebih gampang membalas daripada memaafkan. Tapi tidak semua orang sanggup menguasai dirinya.

Orang yang mampu menahan amarahnya sedang berlatih untuk menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri. Ia tidak dikuasai oleh emosi, melainkan memimpin emosinya agar tetap dalam kendali. Ia tahu bahwa sekali saja amarah dilepaskan tanpa kendali, bisa menghancurkan apa yang telah dibangun dengan cinta selama bertahun-tahun.

Dalam Al-Qur’an, Allah menyebut orang yang menahan amarah sebagai orang yang bertakwa:

“...dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan.”
(QS. Ali ‘Imran: 134)

Menahan marah bukan hanya menjaga hubungan antarmanusia, tapi juga membangun tangga menuju ridha Allah. Karena orang yang menahan amarahnya sedang berusaha menyerahkan kendali hatinya kepada Tuhan, bukan pada nafsu.

Jadi, jika hari ini kamu sedang dipancing oleh kemarahan, tarik napas. Diam sejenak. Lalu ingat: kekuatanmu bukan terletak pada seberapa keras kamu membalas, tapi pada seberapa dalam kamu mampu bersabar.

Itulah kekuatan sejati. Dan orang-orang yang memilikinya mereka adalah pemenang yang hakiki.

 


Post a Comment

Previous Post Next Post