QOMA ZAIDUN SANG SYAIKH (KAROMAH AULIYA')

 



Pada suatu hari petani timun di daerah bangkalan sering mengeluh. Setiap timun yang siap dipanen selalu kedahuluan dicuri maling. Begitu peristiwa itu terus menerus terjadi, akhirnya petani timun tak sabar lagi. Setelah lama mengambil keputusan dalam bermusyawrah maka para petani berniat untuk soan ke Mbah Kholil. Sesampainya di rumah Mbah Kholil seperti biasanya kyai tersebut sedang mengajar kitab Nahwu. Kitab pemula bagi santri yang tidak lagi asing didengar yaitu kitab Jurumiyah.

Sebuah kitab untuk belajar bahasa arab bagi tingkat pemula. “Assamulaikum, kyai” ucap salam para petani serentak. “Waalaikum salam warahmatullahi wabarokatuh” jjawab Mbah Khalil. Melihat banyaknya petani yang datang ke rumah Beliau, lalu Mbah Kholil bertanya: “Sampean ada keperluannya ?”

“Benar kyai, akhir-akhir ini ladang timun kami selalu dicuri maling, ksmi memohon kepada kiai penangkalnya,” kata petani dengan nada memohon dengan penuh harap. Ketika itu, kitab yang dikaji oleh sang kyai kebetulan sampai pada lafadz “Qoma Zaidun” yang berarti Zaid telah berdiri. Lalu serta merta kyai menunjuk kepada lafadz tersebut. “ ya karna pengajian ini sampai pada lafadz Qoma zaidun makan lafadz ini saja pakai sebagai penangkal”.seru kiai dengan tegas dan mantap. “sudah kyai ?” ujar para petani dengan nada bingung dan tanda tanya.”Ya sudah” jawab Mbah Kholil menandaskan. Mereka puas denganmendapatkan penangkal dari sang kiai. Para petani pulang ke rumah masing dengan keyakinan kemujaraban penangkal dari Mbah Kholil.

Keseokan harinya, sebagaimana biasanya para petani pergi ke ladang timun masing-masing. Betapa terkejutnya mereka melihat pemandangan yang menakjubkan. Sejumlah pencuri timun berdiri terus-menerus tidak bisa duduk dan juga lari. Maka tak ayal lagi, pencuri timun yang selama ini merajalela diketahui dan dapat ditangkap. Akhirnya penduduk berdatangan ingin melihat pencuri tang tidak bisa duduk itu, mereka para petani juga kasihan, segala upaya mereka lakukan, namun tidak ada hasilnya para pencuri itu tetap tidak bisa duduk, semua maling tetap berrdiri dengan muka pucat karena semakin banyaknya masyarakat yang berdatangan.

Satu-satunya jalan agar maling-maling tiu bisa duduk ialah sowan lagi ke Mbah Kholil, maka diputuskanlah wakil dari para petani untuk sowan. Setibahnya di kediaman beliau utusan itu mengutarakan maksud ia datang, lalu utusan itu diberi obat penangkalnya. Lalu obat itu disentuhkan kepada tubuh para maling maka mereka bisa duduk kembali. Dan para pencuri itupun menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mencuri lagi di ladang yang selama ini menjadi sasaran empuk pencurian.

Maka sejak saat itu petani di daerah bangkalan menjadi aman dan makmur. Sebagai rasa terimakasih kepada Mbah Kholil mereka menyerahkan hasil panennya ke pondok pesantren berdokar-dokar. Sejak saat itu berhari-hari para santri kebanjiran timun, dan hampir di seluruh pojok-pojok pesantren dipenuhi dengan timun.

surat Fathir, ayat 28 berbunyi:

وَمِنَ النَّاسِ وَالدَّوَآبِّ وَاْلأَنْعَامِ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ كَذَلِكَ إِنَّمَا يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاؤُا إِنَّ اللهَ عَزِيزُ غَفُورٌ


Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang2 melata dan binatang2 ternak ada yang bermacam2 warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba2Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.

Sumber: Biografi Syaikhona Kholil madura dan 11 Kyai


HAFIMULTIMEDIA

Post a Comment

Previous Post Next Post